Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. . .
Selamat datang di blog saya, semoga blog ini dapat bermanfaat bagi anda ^_^

Senin, 20 Juni 2011

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris yaitu “Communication”. Kata communucation itu sendiri berasal dari kata latin “communication” yang artinya pemberitahuan atau pertukaran ide, dengan pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2005).
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam intan, 2005). Maka disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan.
Sehingga komunikasi terapeutik itu adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuahan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan fikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

C. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik ( Christina, dkk, 2003) adalah :
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat – klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

D. Bentuk Komunikasi
Bentuk komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan non verbal (Potter dan Perry dalam Christina, dkk.,2003) :
1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal mempunyai karakteristik :
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil terjadi kerancuan. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa, dan di mana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
b. Pembendaharaan Kata
Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pasien. Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan.
c. Arti denotatif dan konotatif
Perawat harus mampu memilih kata-kata yang tidak banyak disalahtafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi dan kondisi klien. Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan perasaan, pikiran, atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
d. Intonasi Nada
Suara pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya.
2. Komunikasi non Verbal
Komunikasi non verbal berdampak yang lebih besar dari pada komunikasi verbal. Stuart dan Sundeen dalam suryani, (2006) meengatakan bahwa sekitar 7 % pemahaman dapat ditimbulkan karena kata-kata, sekitar 30% karena bahasa paralinguistik dan 55% karena bahasa tubuh. Komunikasi non verbal dapat disampaikan melalui beberapa cara yaitu :
a. Penampilan fisik
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan keperawatanyang diterima. Adapun contohnya adalah cara berpakaian, dan berhias menunjukan kepribadiannya.
b. Sikap Tubuh dan Cara Berjalan Perawat dapat menyimpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik, seperti rasa sakit, obat dan fraktur

c. Ekpresi wajah
Hasil penelitian menunjukan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah, terkejut, takut, marah, jijik bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal.
d. Sentuhan Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus memperhatikan norma sosial.

Rabu, 01 Juni 2011

ATRIAL SEPTAL DEFEK

A. Definisi
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.
Kelainan jantung ini mirip seperti VSD (ventrikel septal defek), tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu :
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

B. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
- Ibu menderita infeksi Rubella.
- Ibu alkoholisme.
- Umur ibu lebih dari 40 tahun.
- Ibu menderita IDDM.
- Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor genetik.
- Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB.
- Ayah atau ibu menderita PJB.
- Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down.
- Lahir dengan kelainan bawaan lain

C. Manifestasi Klinik
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
- Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
- Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
- Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
- jantung berdebar-debar (palpitasi)
- Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan
- Aritmia

D. Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.

E. Penatalaksanaan
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius di kemudian hari. Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.
Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup ASD. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Terapi intervensi non bedah, ASO adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat Nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
Kriteria penderita ASD yang akan dilakukan pemasangan ASO :
1. ASD sekundum.
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm.
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan.
4. Mempunyai rim minimal 5 mm dari sinus koronarius, katup atrio-ventrikular, katup aorta dan vena pulmonalis kanan.
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah.
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri.
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance Index = PARi) kurang dari 7 - 8 U.m2
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
2. Ekokardiografi
3. Doppler berwarna
4. Ekokardiografi transesofageal
5. Angiografi koroner (untuk penderita diatas 35 tahun)
6. MRI dada
7. Laboratorium
8. EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD Secundum ; RBBB, RVH.EKG menunjukkan adanya fibrilasi atrium atau pembesaran atrium kanan.
9. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan
10. TEE (Trans Esophageal Echocardiography)

G. Pengkajian
1. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
- Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada.
- Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang Abnormal. Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis.
- Tanda-tanda gagal jantung.
- Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis.

2. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
3. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi :
a. Inspeksi
- Status nutrisi
- Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
- Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
- Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
- Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
- Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
- Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
- Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa jenis penyakit jantung.

b. Palpasi dan perkusi
- Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi.
- Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
Nadi perifer – Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.

c. Auskultasi
- Jantung – Mendeteksi adanya murmur jantung.
- Frekwensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
- Paru-paru – Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
Tekanan darah – Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah)
- Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian – mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.

H. Diagnosa dan Intervensi
1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Intervensi :
a. Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
b. Beri obat penurun afterload sesuai program.
c. Beri diuretik sesuai program

2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen.
Intervensi :
a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.

3. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Intervensi :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.

4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Intervensi :
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi.
b. Beri istirahat yang adekuat.
c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.

5. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi.
Intervensi :
a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi : Gagal jantung kongestif :
- Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
- Takipnea.
- Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
- Keletihan.
- Penambahan berat badan yang tiba-tiba.
- Distress pernapasan.
- Toksisitas digoksin.
- Muntah (tanda paling dini).
- Mual.
- Anoreksia.
- Bradikardi.
- Disritmia.
- Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
- Hipoksemia – sianosis, gelisah.
- Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.

b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik.
- Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
- Tetap tenang.
- Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
- Hubungi praktisi.

c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
d. Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
e. Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.
f. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.

6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD).
Intervensi :
a. Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.